I am Zlatan; Chapter 5, Part 5

Tags

The feet. Sumber foto: PDF I am Zlatan Ibrahimovic, halaman 6

DI ROSSENGARD, jika orang-orang ingin berbicara tentang simbol keberhasilan, mereka tidak akan berbicara soal apartemen yang indah. Juga soal rumah di tepi pantai. Mereka akan membual tentang mobil tercepat yang dapat dimiliki. Dan jika kau ingin menunjukkan bahwa kau adalah seseorang yang sukses, maka memiliki mobil yang bagus adalah cara yang terbaik. Di Rosengard, semua orang tergila-gila pada mobil, tidak peduli mereka memiliki SIM atau tidak. Makanya saat aku memiliki Toyota Celica dari sebuah leasing, aku langsung menjadi seseorang yang keren di mata teman-temanku. Cemoohan-cemoohan di media membuat aku menjadi lebih baik. Dan saat teman-temanku mulai mencuri mobil atau melakukan hal-hal gila lainnya, aku hanya berkata:

“Aku tidak lagi melakukan hal-hal yang seperti itu.”

Tapi bukan berarti aku sudah benar-benar menjadi orang yang baik. Pernah beberapa kali aku dan seorang teman mengunjungi kawasan Industrigatan (catatan editor: gata dalam bahasa Swedia berarti jalan), sebuah kawasan prostitusi di dekat Rosengard. Di sana aku melakukan hal-hal yang gila. Satu kali aku melempar telur ke kepala seorang wanita. Yah, hanya hal-hal gila seperti itu saja, tidak lebih. Lalu pada kali lain, saat sedang berjalan-jalan dengan Toyota-ku bersama seorang teman, kami melihat seorang PSK. Ia sedang membungkuk ke dalam sebuah mobil, seperti bebicara dengan seorang costumer. Sesuatu melintas di kepala kami, “ayo kita kerjai mereka”. Kami kemudian menuju ke arah mereka, memarkirkan mobil, lalu keluar dan berteriak:

“Polisi, angkat tangan!”

Continue reading

I am Zlatan; Chapter 5, Part 4

Tags

,

*Prescriptum:

Zlatan baru saja menjadi rising star baru di Malmoe FF. Setelah wawancara perdananya dimuat di Knalsvotten, sebuah media lokal di Swedia, orang-orang mulai mengerubungi jendela apartemennya untuk mengagumi dan mengantre untuk tanda-tangannnya. Ia pernah mendengar kata-kata-kata bijak bahwa kehidupan bintang dan selebritas adalah kehidupan yang sulit, penuh tekanan dan tak memiliki ruang privasi. Apa kata Zlatan? “Tidak, itu omong kosong!” Zlatan justru sangat menikmatinya.

—-

Percayalah, jika kau menjadi bintang seperti aku mendapatkannya, kau akan mendapat ejekan bertubi-tubi. Aku seorang anak aneh dan terasing dan kini menjadi seorang bintang. Ini adalah cara terbaik agar lampu sorot langsung mengarah ke kepalaku. Tentu ada beberapa hal yang aku tak pernah mengerti, kecemburuan berlebih dan hal-hal sejenisnya. Orang-orang menggunakan cara-cara ‘psikologikal’ untuk membuat anda terjatuh, apalagi aku tak berasal dari jenis yang sama dengan mereka, tak bersikap seperti layaknya anak-anak Swedia yang patuh pada umumnya. Mereka mengoceh. Aku banyak mendengar hal-hal seperti ini: “Kau hanya beruntung saja!”, atau “Memangnya kau pikir kau ini siapa?”

Continue reading

Tentang Pengabdian yang Utuh Seluruh dan Kematian yang Terabaikan

Tags

, , , ,

13961984363886*Review Bukan Pasar Malam 

“Aku sudah lama kenal betul marhum ayah Tuan. Kami dulu mengembara menjalankan tugas di daerah gerilya…”

Potongan percakapan di atas terjadi saat seorang tamu melayat ke rumah kematian seorang guru. Sang tamu berbicara kepada anak tertua dari keluarga yang sedang berduka.

Dalam adegan tersebut, tamu itu mengenang hari-harinya yang lampau bersama sang almarhum: seorang idealis yang mencintai negerinya secara utuh seluruh. Guru dengan nasionalisme yang membumbung itu baru saja meninggal dalam keadaan miskin dan terabaikan.

“Ayah Tuan gugur di lapangan politik… Ayah Tuan jatuh sakit oleh kekecewaan- kecewa oleh keadaan yang terjadi sesudah kemerdekaan tercapai.”

Continue reading

I am Zlatan; Chapter 5, Part 3

Tags

, ,

Little sweet Zlatan. Foto: Pdf I am Zlatan Ibrahimovic halaman 6

Little sweet Zlatan. Foto: Pdf I am Zlatan Ibrahimovic halaman 6

INI gila. Ayah mengambil beberapa foto saat aku latihan. Aku kemudian menjadi semacam candu baginya. Dia mulai mengikuti apapun yang aku kerjakan. Dia menonton setiap sesi latihan kami. Ia mengubah rumahnya menjadi semacam museum bagi perjalanan karirku. Dia mengklipping setiap artikel tentang aku, bahkan setiap bagian terkecil dari koran yang memuat tentang aku, dan ayah terus melakukannya. Jika hari ini kau menanyakan suatu pertandingan tertentu yang pernah aku mainkan kepadanya, dia pasti punya rekamannya, dia pasti punya kliping artikel tentang itu. Dia menyimpan apapun baju ataupun sepatu yang pernah aku kenakan, penghargaan yang aku terima, dan juga Guldbollarna (catatan editor: Guldbollarna dapat diartikan The Golden Ball, atau Bola Emas, yakni penghargaan bagi pemain terbaik Swedia setiap tahun. Zlatan pernah memenangkannya enam tahun berturut-turut). Sebut apa saja yang berkaitan denganku, itu pasti ada di rumah ayah. Dia menyimpannya. Sejak hari itu, saat ia berdiri di pinggir lapangan menyaksikan aku berlatih bersama tim senior Malmo, dia hidup untukku. Aku kira itu sedikit banyak telah membantunya melupakan hari-hari sulit di masa lampau. Dia melalui masa-masa sulit. Dia kesepian. Sanela meninggalkannya karena kebiasaan ayah yang selalu mabuk-mabukan, sikapnya yang temperamental dan suka mengatai ibu. Tapi Sanella masih anak emasnya, dan akan selalu seperti itu. Saat itu, Sanella telah pergi dari rumah, ia tidak lagi berada di sana untuk menemaninya. Ini hal sulit lainnya dalam keluarga kami, dan kamu tahu, ayah perlu mencari sesuatu agar bisa bangkit, dan beruntung dia menemukan aku dengan kehidupan sepak bolaku. Kami berbicara setaip hari, dan aku kira itu juga sedikit banyak memacu diriku. Ini seperti, wow, sepak bola bisa menciptakan keajaiban, ia bisa menjadi pelarian yang mujarab atas semua masalah-masalah yang menimpa ayah. Ini juga membuat aku semakin termotivasi untuk berjuang lebih keras. Dan dalam keadaan seperti ini, apalah arti degradasi jika aku bisa memberikan kebahagiaan yang terbesar bagi ayah! Continue reading

I am Zlatan; Chapter 5, Part 2

Tags

, ,

Wellcome Zlatan (screenshot I am Zlatan halaman 23)

Wellcome Zlatan (screenshot I am Zlatan halaman 23)

AKU kembali merasa dikucilkan dalam tim. Tapi pelatih Roland dan asistennya Thomas Sjoberg memberiku support, aku bisa merasakannya, walaupun anak emasnya tetaplah Tony. Tony mendapat kesempatan bermain dalam pertandingan dan dia mencetak gol dalam laga debutnya. Sementara aku hanya duduk di bangku cadangan dan harus bekerja lebih keras lagi untuk mendapat kepercayaan pelatih. Tapi itu juga tidak banyak membantu. Mungkin aku hanya harus puas berada di bangku cadangan dan tidak boleh tergesa-gesa meminta waktu bermain. Tapi aku bukan orang yang seperti itu. Aku ingin mendapat kesempatan dan menunjukkan kemampuanku. Pada 19 September 1999 kami menghadapi di Halmstad di kandang mereka Orjans Vall. Continue reading